Perundungan atau bullying menjadi salah satu kasus yang banyak terjadi di lingkungan sekolah. Bukan hanya berupa penindasan fisik, tetapi bully juga bisa berbentuk verbal hingga psikologis. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran untuk orangtua, khususnya yang menyekolahkan anak mereka di sekolah umum.
Kasus bullying umumnya memang lebih tinggi terjadi pada sekolah formal, di mana terdapat lebih banyak siswa dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Melihat adanya fenomena tersebut, banyak dari orangtua murid akhirnya turut mempertimbangkan private school atau homeschooling untuk metode belajar buah hati mereka.
Pasalnya, sistem pendidikan homeschooling dinilai lebih efektif dalam mencegah terjadinya perundungan di lingkungan sekolah. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai fakta kasus bullying di Indonesia dan peran homeschooling untuk mencegah tindakan tersebut.
Data Kasus Bullying di Indonesia
Menurut data yang dihimpun oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), kasus bullying menjadi isu yang cukup mengkhawatirkan di lingkungan sekolah. Data mencatat setidaknya ada 1,478 kasus bullying dilaporkan. Angka ini meningkat tajam jika dibanding tahun-tahun sebelumnya 266 kasus bullying yang dilaporkan pada tahun 2022, sebelumnya lagi yang hanya mencapai 53 kasus pada 2021 dan 119 kasus pada 2020.
Terbaru, data FSGI menunjukkan terdapat setidaknya 30 kasus perundungan sepanjang 2023. Di mana sebanyak 80% kasus ini terjadi di sekolah yang dinaungi oleh Kemendikbud Ristek dan 20% di sekolah yang dinaungi Kementerian Agama.
Berdasarkan persebaran wilayah, sekolah di daerah Jawa Timur menjadi wilayah paling banyak dilaporkan terkait kasus bully. Diikuti oleh Jawa Barat di posisi kedua, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta di posisi ke-4.
Jenis bully yang dialami oleh anak-anak di sekolah pun beragam. Terbanyak ditemukan kasus bullying fisik hingga 55,5% diikuti dengan bullying verbal 29,3% dan bullying psikologis mencapai 15,2%. Tingkat bully paling banyak terjadi pada jenjang pendidikan SD yang mencapai 26%, diikuti jenjang SMP 25% dan siswa SMA mencapai 18,75%.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), mayoritas siswa yang mengalami bully di sekolah didominasi oleh siswa laki-laki. Persentase kasus perundungan pada siswa laki-laki tertinggi terjadi pada murid di jenjang SMP, SD, dan terendah pada siswa SMA. Melihat kasus bully yang tinggi di Indonesia, peran guru dan pengawasan segenap masyarakat sekolah sangat dibutuhkan.
Homeschooling Disebut Dapat Menjadi Solusi Kasus Bully di Sekolah Formal
Meski tidak sepenuhnya dipastikan bebas dari kasus bully di sekolah, namun homeschooling memang dapat menjadi salah satu solusi untuk para orangtua yang ingin anaknya mendapatkan pendidikan penuh tanpa perlu khawatir mengalami perundungan.
Ada beberapa alasan mengapa private school seperti homeschooling minim kasus perundungan, yakni di antaranya karena:
1. Lingkup kelas yang kecil
Jumlah murid homeschooling tidak sebanyak sekolah formal pada umumnya. Bahkan, ada beberapa siswa yang fokus dibimbing secara pribadi, tanpa harus bersekolah dengan teman-teman lainnya. Hal ini memberikan manfaat pengawasan yang lebih ketat pada setiap siswa.
Pengawasan yang lebih ketat dapat mencegah terjadinya perundungan. Karena sebagian besar penindasan cenderung terjadi di tempat yang mempunyai kelompok atau mayoritas golongan tertentu dengan pengawasan yang rendah.
2. Teknologi lebih canggih
Umumnya, sekolah swasta biasanya dilengkapi dengan teknologi dan peralatan terkini, sehingga lingkungan sekolah dan fasilitas teknologi akan lebih diawasi dengan ketat. Hal ini dapat mencegah terjadinya perundungan, baik di lingkungan sekolah maupun melalui social media.
Penggunaan perangkat lunak penyaring pada komputer, misalnya, dapat menghentikan cyberbullying.
Beberapa sekolah mengatasi masalah ini dengan memasang kamera TV Sirkuit tertutup di seluruh sekolah dan properti sekitarnya.
3. Lebih fleksibel untuk dievaluasi
Seperti kita tahu bahwa homeschooling merupakan metode belajar yang mengedepankan kolaborasi aktif antar orangtua, guru, dan siswa. Orangtua bisa turut memilih tenaga pendidik hingga sistem pembelajaran yang akan diterapkan.
Orangtua bisa memilih lingkungan yang tepat untuk anak mereka. baik filosofi, budaya, agama, dan kebutuhan akademisnya. Oleh karena itu, siswa lebih mungkin untuk menyesuaikan diri dengan populasi siswa lainnya yang memang memiliki latar belakang dan budaya yang sama.
Adanya kesamaan ini bisa mengurangi tindakan bully di sekolah. Misalnya, seorang anak berbakat mungkin dikucilkan oleh pelaku intimidasi di sekolah negeri, di mana dia adalah satu-satunya anak berbakat di kelas tersebut.
Namun, di sekolah swasta yang program akademiknya berfokus pada anak-anak berbakat, ia lebih cenderung berbaur dengan teman-teman sekelasnya, sehingga kasus perundungan kemungkinan kecil terjadi.
Pilih Homeschooling di Sekolah Murid Merdeka (SMM)
Jika tertarik ingin mencoba metode belajar homeschooling, salah satu rekomendasi terbaiknya adalah di Sekolah Murid Merdeka (SMM). Ini merupakan sekolah blended learning pertama di Indonesia yang didukung oleh pembelajaran kontekstual, guru berkompeten, dan peningkatan kompetensi diri.
Semua tenaga pengajar yang ada di SMM memiliki kualitas dan keahlian terbaik. Bukan hanya mengajarkan berbagai materi pelajaran, setiap tenaga pendidik juga turut aktif dalam melakukan pengawasan, baik pada kemampuan akademik maupun karakter siswa.
Belum lagi, metode pengajaran terpersonalisasi yang ada di SMM membuat anak-anak belajar sesuai dengan kemampuan mereka dan fokus untuk mengembangkan keahlian individu. Sehingga, adanya kemungkinan pembullyan minim terjadi.
SMM menerapkan perpaduan Kurikulum Merdeka dan Kurikulum Kompetensi Masa Depan agar anak mempunyai cara belajar sesuai minat dan bakatnya. Orangtua bisa mendaftarkan anak untuk ikut kelas daring rutin maupun kelas tatap muka.
Untuk tahu lebih lanjut seputar metode belajar dan sistem pendidikan Sekolah Murid Merdeka (SMM), kamu bisa konsultasi langsung di website berikut ini Homeschooling Sekolah Murid Merdeka. -RDRP-